Selasa, 23 November 2010

Upah Membantu Ibu?!

(artikelnya sudah lama, tapi tetap menyentuh hati saya)

Seorang anak menemui ibunya yang sedang sibuk menyediakan makan malam didapur lalu menghulurkan selembar kertas yang bertuliskan sesuatu. Si ibu segera melap tangannya dan menyambut kertas yang dihulurkan oleh si anak lalu membacanya.
Upah membantu ibu:
1) Membantu pergi belanja : Rp 4.000,-
2) Membantu jaga adik : Rp 4.000,-
3) Membantu buang sampah : Rp 1.000,-
4) Membantu membereskan tempat tidur : Rp 2.000,-
5) Membantu siram bunga : Rp 3.000,-
6) Membantu sapu sampah : Rp 3.000,-
Jumlah : Rp 17.000,-

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak , kemudian si ibu mengambil pensil dan menulis sesuatu di belakang kertas yang sama.
1) Biaya mengandung selama 9 bulan – GRATIS
2) Biaya tidak tidur karena menjagamu – GRATIS
3) Biaya air mata yang menitik karenamu – GRATIS
4) Biaya gelisah karena mengkhawatirkanmu – GRATIS
5) Biaya menyediakan makan, minum, pakaian, dan keperluanmu – GRATIS
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku – GRATIS

Air mata si anak berlinang setelah membaca apa yang dituliskan oleh si ibu. Si anak menatap wajah ibu,memeluknya dan berkata,"Saya Sayang Ibu". Kemudian si anak mengambil pensil dan menulis "Telah Dibayar Lunas" ditulisnya pada muka surat yang sama.

Fenomena TKI di Arab

Sebuah pemerintahan Islam atau masyarakat Islam bukanlah sebuah kumpulan orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, sehingga kita bisa menuduh para ulama yang membimbing masyarakat tersebut telah gagal atau tidak becus dalam membina negaranya.

Bahkan di masa kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang masyarakatnya adalah generasi terbaik ummat ini, ada orang yang didera karena minum khamar[1], ada yang dirajam karena berzina[2], bahkan ada yang murtad keluar dari Islam[3]. Namun tidak ada satupun yang menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah gagal mendidik para sahabatnya.

Karena memang, tidak ada satu pun manusia yang terjaga dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, olehnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)

Pengalaman belajar di Saudi, bergaul dengan sebagian pekerja Indonesia yang kebetulan ketemu di masjid, di jalan, di toko, di majelis-majelis ilmu dan dalam suatu bimbingan ibadah haji tahun 1431 H atas permintaan sebuah travel yang pesertanya lebih dari 90 % pekerja Indonesia, sisanya India, Maroko dan Philipina. Semua itu menyisakan banyak cerita yang mungkin sebagiannya bisa dijadikan pelajaran, terutama yang berkaitan dengan hubungan antara pekerja dan majikan, yang oleh musuh-musuh Dakwah Tauhid dijadikan senjata untuk menjatuhkan ulama Ahlus Sunnah di negeri ini. Insya Allah akan kami sarikan dalam beberapa poin berikut:

1. Para majikan tidak semuanya memahami agama dengan baik, banyak yang awam, tidak mau belajar agama dan banyak yang zalim terhadap pekerjanya[4]. Kepada mereka para ulama di negeri ini telah menasihati, baik secara pribadi maupun terang-terangan, seperti nasihat Asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Fiyfiy hafizhahullah yang sangat menyentuh di www.sahab.net[5] yang berjudul At-Tahdzir min Zhulmil Khudam wal ‘Ummal(Peringatan Keras dari Perbuatan Zalim kepada para Pembantu dan Pekerja). Demikian pula para khatib dan imam masjid terkadang menyampaikan khutbah tentang bahaya perbuatan zalim terhadap para pekerja

2. Oleh karena itu, seharusnya TKI diberikan informasi tentang keadaan calon majikannya sebelum dia memutuskan bekerja kepada majikan tersebut, semoga hal ini bisa menjadi catatan untuk semua pihak yang terkait dalam pemberangkatan TKI

3. Alhamdulillah tidak semua majikan yang zalim, masih banyak yang baik insya Allah, meskipun bukan dari kalangan mutawwa’[6], atau penuntut ilmu, apalagi masyaikh. Bentuk-bentuk kebaikan mereka yang bisa saya ceritakan di sini:

Dari 100 orang yang ikut haji dalam bimbingan kami hampir semuanya dibiayai oleh majikannya, biayanya sekitar 3500 riyal atau senilai kurang lebih 7,5 juta rupiah
Perhatian majikan kepada pekerjanya selama melaksanakan ibadah haji dalam bentuk menelepon dan menanyakan kabar serta bagaimana pelayanan travel terhadap mereka. Jika pekerjanya mengadukan pelayanan travel yang kurang bagus, tidak lama kemudian majikan akan menelepon pengurus travel ini dan memarahinya habis-habisan
Sampai-sampai ada majikan yang berkata kepada pekerjanya, “Sampaikan kepada pengurus travel, berapa saja biaya yang dia minta akan saya berikan, asalkan kamu mendapat pelayanan yang baik”.
Seorang Ikhwan dibebaskan oleh majikannya dari seluruh pekerjaannya demi untuk menuntut ilmu, masih ditambah dengan uang saku per bulan dikirim secara rutin oleh majikannya. Bahkan Ikhwan yang lain, sampai pulang ke Indonesia masih dikirimi uang secara rutin oleh majikannya, demi untuk membiayai kegiatan-kegiatan dakwah
Seorang pekerja asal Sumbawa, apabila dia cuti pulang kampung majikannya biasa menitipkan uang untuk dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangganya yang miskin
Pekerja asal Jawa Barat, mengabarkan tentang pembangunan masjid di kampungnya yang belum selesai, langsung dikucurkan dana oleh majikannya tanpa mengecek langsung ke lokasi apakah dananya sampai atau tidak
Seorang pekerja asal Jawa Barat, majikannya biasa mengantarnya untuk menghadiri pengajian yang diadakan oleh Kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing
Seorang Ikhwan menceritakan, saudarinya bekerja pada seorang masyaikh, bertahun-tahun bekerja kepada keluarga masyaikh tersebut tidak pernah sekalipun dia berada dalam satu ruangan bersama majikannya yang laki-laki
Seorang Ustadz menceritakan, bahwa seorang majikan meminta bantuannya untuk menasihati pembantu wanitanya yang sering menggodanya untuk berzina, akhirnya sang Ustadz menelepon dan menasihati pembantu ini
Banyak majikan yang mensyaratkan supirnya harus disertai istrinya untuk mengantar anak-anak puteri mereka ke sekolah. Demikian pula sebaliknya, pembantu wanita harus datang bersama mahramnya
Para masyaikh banyak sekali membebaskan pekerja mereka dari semua pekerjaan jika para pekerja ini benar-benar mau menuntut ilmu

4. Sebenarnya aturan-aturan pemerintah Saudi sangat menjamin para pekerja asing, diantaranya kewajiban majikan untuk membuatkan asuransi kesehatan bagi para pekerjanya dan hukuman yang setimpal bagi para majikan yang zalim terhadap pekerjanya, berikut beberapa kasus yang kami dengarkan:

Seorang majikan memukul supirnya, sang supir ini ditemukan oleh seorang Ikhwan Saudi dan membawanya ke kantor polisi, saat itu juga majikannya langsung dijemput dan ditahan oleh polisi dan wajib diqishah atau membayar sejumlah uang kepada pekerjanya yang dizalimi
Cerita seorang Ustadz, ada majikan yang dituntut oleh pengadilan untuk membayar berapa pun yang diminta oleh seorang pembantu wanita yang dizalimi oleh si majikan
Seorang majikan yang membunuh pekerjanya terancam hukuman mati, namun pihak keluarga di Indonesia lebih memilih untuk memaafkan dan menerima ganti rugi (diyah), akhirnya uang milyaran rupiah dititipkan melalui kedutaan Indonesia

5. Ketika majikan berbuat zalim, masalah terbesar para pekerja Indonesia adalah tidak mampu melapor ke kantor polisi ketika dizalimi, diantaranya karena kendala bahasa, tidak mengerti dengan aturan-aturan yang ada dan tidak adanya pendamping mereka yang siap siaga ketika dibutuhkan. Adapun pemerintah Philipina, sangat terkenal pendampingan dan pembelaannya kepada pekerjanya, jika ada masalah yang terjadi pada pekerjanya mereka akan langsung turun ke lokasi dan menggunakan kekuatan diplomasinya untuk menekan pemerintah Saudi agar memproses menurut hukum yang berlaku. Sehingga jarang terdengar ada masalah antara majikan dan pekerja Philipina, padahal jumlah mereka (di luar kota suci Makkah dan Madinah) tidak kalah banyak dengan pekerja Indonesia

6. Masalah terbesar dari sisi syari’at adalah datangnya para pekerja wanita (TKW) tanpa disertai mahram atau suami. Hampir semua masalah terjadi pada TKW yang tidak bersama suami atau mahramnya, sehingga dengan mudah mereka dizalimi tanpa ada yang membela mereka atau melaporkan ke kantor polisi. Padahal Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang safar wanita tanpa mahram dalam sabda beliau:

لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم ولا يدخل عليها رجل إلا ومعها محرم

“Janganlah wanita melakukan safar (bepergian jauh) kecuali bersama mahramnya, dan janganlah seorang laki-laki asing menemuinya melainkan wanita itu disertai mahramnya.” (HR. Al-Bukharidari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma)

7. Alhamdulillah, dengan sebab kerja di Saudi banyak sekali pekerja yang mendapatkan kebaikan yang sangat besar, diantara bentuknya:

Banyak pekerja yang tadinya beraqidah sufiyah quburiyah dan aqidah kesyirikan lainnya dengan berbagai macam bid’ahnya, tidak melaksanakan sholat lima waktu dan tidak memahami adab-adab Islami. Setelah tinggal di Saudi mereka tersentuh dakwah tauhid, meninggalkan semua bentuk syirik dan bid’ah, rajin melaksanakan sholat lima waktu dan mulai berhias dengan adab-adab Islami.
Pekerja-pekerja Philipina, Nepal dan Sri Lanka yang tadinya beragama Nasrani, Hindu dan Budha juga banyak sekali (sampai puluhan ribu orang) yang masuk Islam dengan sebab da’i-da’i dan buku-buku yang dicetak dengan bahasa mereka oleh Kantor-kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing di bawah naungan Kementrian Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Saudi Arabia.
Bisa menghadiri majelis-majelis ilmu para ulama.
Bisa melaksanakan ibadah haji dan umroh.

8. Sayang sekali, banyak Kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing disusupi oleh hizbiyyun dari sebuah partai Islam di Indonesia dengan hanya bermodalkan ijazah LC dari LIPIA[7], diantara kerusakan yang mereka lakukan:

Fasilitas dakwah digunakan untuk mendakwahkan kebatilan manhaj mereka
Mengajak kepada perpecahan dengan menjajakan partai mereka di musim Pemilu
Beberapa orang TKI yang ana temui, telah ikut kajian mereka bertahun-tahun namun tidak nampak adanya perubahan dalam aqidah dan ibadahnya menjadi lebih baik. Berbeda dengan TKI yang mengikuti kajian da’i-da’i Ahlus Sunnah, alhamdulillah banyak yang berubah menjadi lebih baik, seperti yang ana singgung di atas
Hal itu karena memang tidak ada perhatian mereka terhadap dakwah tauhid dan sunnah kecuali sedikit, malah mereka lebih banyak memanfaatkan para TKI untuk bisnis pengiriman barang dan travel haji, dengan bimbingan haji yang tidak mengikuti petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam

9. Kezaliman yang diderita sebagian TKI bukan hanya oleh majikan di Saudi tapi juga oleh PJTKI maupun calo-calonya di Indonesia. Ana pernah menyaksikan sendiri bagaimana para TKI ini dibentak-bentak dan diperlakukan tidak seperti manusia di tempat penampungan TKI di Jakarta. Bahkan ketika sudah bekerja di Saudi sebagian TKI masih diwajibkan mengirim sejumlah uang setiap bulan kepada calo-calo ini di Indonesia

10. Kami menghimbau kepada semua pihak yang terkait dalam pemberangkatan TKI (termasuk keluarga para TKI) ataupun yang diberi amanah oleh pemerintah untuk mengurus TKI di Saudi maupun di negara lainnya; hendaklah bertakwa kepada Allah Ta’ala, janganlah mengirim TKW tanpa disertai suami atau mahramnya dan hendaklah melaksanakan tugas pembelaan dan pengurusan TKI sesuai amanah pemerintah. Ingatlah pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat!

Inilah catatan ringan kami, hasil dari dialog dengan beberapa TKI, semoga bisa diambil pelajarannya baik oleh TKI, calon TKI maupun semua pihak yang terkait dalam pengurusan TKI. Semoga Allah Ta’ala memperbaiki keadaan kaum muslimin dan pemerintah mereka.

Wallahu A’la wa A’lam wa Huwal Musta’an.

Footnote:

[1] Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya (6391):

عن أنس بن مالك رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم ضرب في الخمر بالجريد والنعال وجلد أبو بكر أربعين

[2] Seperti kisah Ma’iz bin Malik radhiyallahu’anhu dalam riwayat Al-Bukhari (6438) danMuslim (4520)

[3] Seperti kisah suami Ummu Habibah radhiyallahu’anha yang murtad di negeri Habasyah

[4] Ada juga majikan atau orang Saudi yang Sufi (murid-muridnya Alwi Al-Maliki), Syi’ah dan Hizbi Ikhwani. Salah seorang Ustadz kita, ketika diketahui oleh majikannya yang Ikhwani bahwa Ustadz kita ini pernah belajar di Darul Hadits Dammaj, majikannya mulai mempersulit ruang gerak beliau, sampai saat ini beliau dipaksa pulang ke Indonesia dengan membayar ganti rugi kepada majikannya sebesar 6000 riyal. Adakah yang mau membantu?

[5] http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=829

[6] Mutawwa’ adalah istilah orang-orang awam di Saudi untuk menyebut orang yang nampak keshalihannya dan menjalankan sunnah seperti jenggot dan memendekkan pakaian (tidak sampai menutupi mata kaki)

[7] Lebih disayangkan lagi, ada seorang Ustadz terkenal, penerjemah buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang dicetak oleh Kantor Kerjasama Dakwah dan Bimbingan Islam di Riyadh, yang memberikan jalan kepada da’i-da’i hizbi ini untuk masuk menjadi pembina-pembina TKI di Kantor-kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing di Saudi

Oleh: Ustadz Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray

Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/
Dipublikasikan kembali oleh http://salafiyunpad.wordpress.com/

Copas dari catatan sahabatku fillah Akhi Ricky Septiawan: http://www.facebook.com/note.php?note_id=172858352733559&id=100001314024836

Bagi yang ingin copas/share, silakan langsung saja, jazakumullahu khairan.

Semoga bermanfaat...

-Sahabatmu-
Al Fawaid

Rabu, 03 Maret 2010

Jumat Sore di Sekolah

Bismillah,,
29 Agustus 2009 jam 22:23

Teman2ku.. ikhwahfillah..
..
Alhamdulillah.. kemarin aku bertemu dengan seorang akhwat dan kami sempat sharing..
Beliau seorang nadhiyyin dan aku menanyakan tentang pandangan beliau terhadap dakwah salafiyyah.

Walaupun ada sebagian pendapat kami yang berbeda,beliau adalah akhwat yang baik dan memnyampaikan kalimat2nya dengan baik tanpa menyakiti hati aku...
Beliau mempunyai saudara Ikhiwani di bumi SMADA..
Dari percakapan dengan beliau, berikut sebagian dari apa yang ditudingkan kepada kita (khususnya ikhwah salafy yang pernah berhembus di SMADA, Allohu a’lam) oleh ikhwani tersebut…

1.Salafy tu ga cocok untuk pelajar karena hidup mereka (para pelajar) hanya akan terpaku oleh Quran dan Sunnah aja..
2.Salafy tu keras. Tidak mau menerima ijma’ dan qiyas ulama yang lain..


Teng tereng teng.. SIAPA BILANG???

Kita juga pakai dalil ijma’ dan qiyas kalau ga ada keterangan dari Quran dan Sunnah,
Kalau bukan ngikuti ulama salaf mana mungkin kita disebut salafy??!

Lihat aja kitab rujukan kita, semuanya dari ulama.
Ckck.. memangnya siapa yang disebut ulama??

Hmm,,iya memangnya siapa ulama itu??
Apakah Hasan Al-Banna, yang berkata (tentang kasus Palestina): “Untuk itu kami menetapkan bahwa permusuhan kami dengan Yahudi bukanlah permusuhan agama. Karena Al- Qur`an telah menganjurkan untuk bergabung dan berkawan dekat dengan mereka. Dan Islam merupakan syariat kemanusiaan sebelum menjadi syariat kaum tertentu. Islam pun telah memuji mereka dan menjadikan antara kita dengan mereka keterkaitan yang kuat.” (Al-Ikhwanul Muslimun Ahdatsun Shana’at Tarikh, I/409- 410. Lihat Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 59) ??

Apakah Yusuf Qardhawi, yang berkata: “Kami memerangi orang-orang Yahudi bukan karena urusan aqidah, akan tetapi karena urusan tanah. Kami memerangi mereka bukan karena statusnya sebagai orang-orang kafir, akan tetapi karena mereka merampas (tanah Palestina).” (Surat Kabar Ar- Rayah, Qatar edisi 4696, 25 Januari 1995. Lihat Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha (lampiran) hal. 207)??
Hft..Padahal jelas di Al Quran bahwa permusuhan kita karena dien..


Ataukah Musthafa As-Siba’i, yang berkata: “Islam bukanlah agama yang memerangi agama Nashrani, bahkan mengakui dan memuliakan agama Nashrani... Islam tidak membedakan antara muslim dan Nashrani. Islam tidak memberikan hak lebih terhadap muslim atas hak Nashrani dalam kedudukan di pemerintahan…” (Ath- Thariq Ilal Jama’atil Um, hal. 134)

Apakah Hasan At-Turabi, dimana dalam ceramahnya yang berjudul Ta’dilul Qawanin, berkata: “Boleh bagi seorang muslim untuk menjadi Yahudi atau Nashrani, seperti halnya mereka (Yahudi dan Nashrani) dibolehkan untuk menjadi muslim.”

Di kesempatan ceramahnya yang lain dengan tema Ad-Daulah Baina Nazhariyyah Wa Tathbiq, berkata: “Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengkafirkan Yahudi dan Nashrani.” (Isyruna Ma’kha-dzan ‘Ala As-Sururiyyah, hal. 2. Lihat Majalah Asy Syari’ah edisi Fenomena Sinkretisme Agama, hal. 21)


Ataukah Sayyid Quthb yang mengatakan Al Quran itu makhluk??
Padahal jelas imam 4 madzab mengatakan yang meyakini itu kafir zindiq.

Lalu siapa ULAMA itu?? Dan apa syarat agar seseorang bisa sikatakan ulama??



“ karena hidup mereka (para pelajar) hanya akan terpaku oleh Quran dan Sunnah aja..”

lho lho lho… lalu apa dong tujuan dakwah yang bener? Apa yang didakwahkan?? Kemana seharusnya arah dakwah itu?


Kalau aku boleh Tanya ya.. antum kan juga masuk ke lini2 sekolah khususnya di kerohanian Islam. Trus apa yang kalian dakwahkan?? Apa yang kalian kaji tiap minggu dalam mejelis kalian..

“Dakwah akan semakin kuat setiap kali seseorang semakin bernaung di bawah Al- Qur‘an dan Sunnah Nabi Shallallahu’alaihi wasallam serta mengikuti jejak Nabi dan para Al-Khulafa‘ Ar-Rasyidin.” (Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin Rahimahullah)


Argh.. au’ ah.. gelap.. aku nggak suka ngomongin ‘sssmaadaaa’ dengan giniannya..
Sebenarnya aku males banget ngomongin HIZB kaya gini..(bikin aku dilema T.T).
Afwan, aku nggak bermaksud apa2 nulis ginian..aku cuma sedih.. loro ati.. Adaaa ajaa
Yang ngajak ribut.. api ga nyala kalau ga ada yang nyulut.. plizz.. aku cuma pengen hidup tenang nan damai.. aku uda nurutin apa yang mereka mau, aku berlepas diri dari mereka.. supaya aku bisa hidup tenang diatas manhaj salafush sholih.. tapi koq ya ada lagi ada lagi..


Astaghfirulloh.. teman.. walaupun Ramadhan kali ini kita menghadapi masalah yang cukup rumit, semoga kita bisa menjaga puasa kita dengan baik.. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran.. Semoga kita bisa menghadapi hari dengan bersabar dan bersyukur..

.. afwan kalau aku salah.... kalau ada kebenaran datangnya dari Alloh,,
semoga Alloh mengampuni aku..


Okelah Kalau Begitu

ketika memang sudah tak sejalan dan tak lagi satu tujuan, saat itulah aku harus mengambil keputusan.. jika memang tak bisa jalan bareng dan saling melengkapi, sebaiknya qt sudahi saja sampai disini, daripada bersama namun saling menyakiti..
dan mengalah tak berarti kalah kan..
whatever lah. .
ketika cinta harus memilih dan hati mulai bicara, hati ini memilih cinta pada ALLOH dan Rasulnya.

Semua Bisa Sekolah di SMADA

Calon Siswa Dari Keluarga Kurang Beruntung
Tetap Berpeluang Luas untuk diterima
PSB SMADA
Berita yang beredar di masyarakat adalah SMA Negeri 2 Kediri sebagai sekolah penyelenggara Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional hanya untuk siswa dari kelurga berada / kaya. Betulkah ? Tidak betul. Semua calon siswa dapat kesempatan yang sama untuk diterima Baik itu calon siswa dari keluarga berada atau sebaliknya, keluarga kurang beruntung.
Berdasarkan data sekolah, di SMA 2 Kediri setiap tahunnya selalu ada siswa dari keluarga yang kurang beruntung/tidak mampu. Dan berdasarkan data sekolah juga dari mereka tidak ada satu pun yang putus sekolah gara-gara tidak mampu membayar iuran, Iuran Komite Sekolah dan Iuran Kesiswaan
Yang penting calon siswa harus lulus seleksi terlebih dahulu, syukur calon siswa tersebut berprestasi. Soal iuran, sekolah memberi solusi bagi siswa dari keluarga kurang beruntung. Ada dua alternatif yaitu keringanan atau pembebasan dari kewajiban membayar iuran. Kesempatan pula bagi mereka untuk mendapatkan dana dari Pemerintah berupa Bantuan Khusus Murid ( BKM ) Sekolah juga akan mengusahakan untuk mendapatkan orang tua asuh.
Selama ini siswa dari keluarga kurang mampu di SMA Negeri 2 Kediri tetap dapat berprestasi.


info lengkap kunjungi:
http://smadakediri.sch.id/

Sabtu, 13 Februari 2010

Ulama Salaf dalam Menyikapi Kesalahan Sendiri

Dari Aqil dan Ma’mar, dari az-Zuhri diriwayatkan bahwa ia menceritakan:

“Urwar telah menceritakan kepada kami, bahwa al-Mizwar bin Makhramah pernah mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah diutus untuk menemui Muawiyah. Seusai menunaikan tugasnya, Mu’awiyah mengajaknya bicara empat mata.

Muawiyah berkata,
‘Wahai Mizwar, tuduhan apa yang kau lontarkan kepada para pemimpin?’

Miswar mengelak,
‘Sudah jangan kita bicarakan hal itu, kita bicarakan yang baik-baik saja’

Kemudian Mu’awiyah berujar,
‘Tidak, demi Alloh, kamu harus berbicara kepada saya dengan tuduhan dan yang engkau lontarkan kepada saya (selaku pemimpin).’

Kemudian Mizwar menuturkan, ‘setiap cacian yang kulakukan, semuanya kupaparkan di hadapan beliau (Muawiyah)’.

Maka beliau pun menaggapi, ‘Aku tidak akan berlepas diri dari dosa-dosa. Tapi sudikan engkau menambahkan dengan menyebut perbaikan yang kami lakukan ditengah masyarakat? Sesunggunhnya kebaikan itu dihitung sepuluh kali lipat. Apakah engkau menghitung dosa-dosa kami dan meninggalkan kebaikan-kebaikan kami? Kamu hanya menyebut dosa-dosa kami saja. Kami mengakui dosa-dosa yang kami lakukan. Dan kamu sendiri bagaimana, apakah kamu juga memiliki dosa-dosa pribadi yang kamu khawatir akan membinasakan dirimu seandainya tidak diampuni Alloh?’

Mizwar menjawab, ‘iya’

Muawiyah melanjutkan, ‘Tidaklah Alloh menjadikan dirimu lebih berhak untuk mengharapkan ampunan daripada diriku. Demi Alloh, perbaikan yang aku lakukan untuk umat lebih banyak daripada yang engkau lakukan. Akan tetapi demi Alloh, setiap kali ada pilihan apakah aku memilih Alloh atau selainNya, aku pasti memilih Alloh. Dan aku berada didalam agama, dimana setiap amal kebajikan ada pahalanya dan setiap amal ibadah (asal cukup syarat) dapat diterima, demikian juga segala dosa akan mendapat ganjarannya, kecuali bila Alloh mengampuninya.’

Mizwar berkata, ‘setelah itu, beliau terus menghujatku’.”

Urwah menceritakan, setelah kejadian tersebut, “Setiap kali Mizwar menyebut nama Mu’awiyah, ia langsung membacakan doa untuknya”

………………………………

Dari Yunus bin Abdul A’la diriwayatkan bahwa ia menceritakan , Asy-Syafi’i pernah berkata kepadaku, “Wahai Yunus, apabila engkau mendengar kabar yang tidak mengenakkan dari seorang teman, janganlah lantas terburu memusuhinya dan memutus hubungan tali kasih. Karena, dengan demikian engkau termasuk orang yang menghilangkan keyakinan dengan keraguan. Tetapi yang benar, temuilah dia, dan katakana kepadanya, ‘Aku mendengar engkau begini dan begini.’ Ingat, jangan sebut secara mendetail. Apabila ia mengelak, katakana kepadanya, ‘Engkau lebih benar dan lebih baik dari yang kudengar.’ Dan jangan perpanjang lagi urusannya. Tapi kalau ia mengakuinya, dan kamu melihat ada yang bisa dijadikan alas an baginya dalam hal itu, terimalah alasan itu. Namun, apabila engkau juga tidak mendapatkan alasan apapun baginya, sementara amat sulit jalan jalan untuk mendapatkannya, engkau bisa tetapkan bahwa ia melakukan kesalahan. Setelah itu, engkau boleh memillih; kalau engkau mau, engkau bisa membalas dengan yang setara degan perbuatannya tanpa menambah-nambah, dan kalau engkau mau, engkau bisa memaafkannya. Dan memaafkannya berarti lebih dekat dari ketakwaan dan lebih menunjukkan kemuliaanmu sebagaimana firman Alloh,

‘Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Alloh.’
(Asy-Syura : 40)

Kalau dengan balasan setimpal engkau masih mendapat tantangan dari dirimu sendiri, pikirkanlah kembali kebaikan-kebaikannya di masa lampau, hitung semuanya, lalu balaslah kejahatannya yang sekarang dengan kebaikan. Janganlah karena kejahatannya, engkau melupakan kebaikannya yang terdahulu. Karena yang demikian itu adalah kezhaliman yang sesungguhnya, wahai Yunus. Apabila engkau memiliki teman, gandenglah dengan tanganmu erat-erat, karena mencari teman itu susah, dan berpisah dengannya itu perkara mudah.”



Aina Nahmu Min Akhaq as-Salaf
Penulis: Abdul Aziz bin Nashir al-Jail dan Baha’iddin bin Fatih Uqail
Edisi Indonesia: BELAJAR ETIKA DARI GENERASI SALAF
Penerjemah: Abu Humaira
Murajaah: Ahmad Amin Sjihab, Lc.
Penerbit DARUL HAQ Jakarta


Salafy Bukan Aliran..

Aku mendapatkan sebuah e-mail dari seorang saudara, Abu Abbas . Alhamdulillah email ini bisa menenangkan aku karena saat itu hati sedang dilanda gelisah dan rasa takut. berikut isinya...

Aku mendapatkan sebuah e-mail dari seorang saudara, Abu Abbas . Alhamdulillah email ini bisa menenangkan aku karena saat itu hati sedang dilanda gelisah dan rasa takut. berikut isinya...

Salafy Bukan Aliran
pada: Februari 04, 2007, 07:45:55 am

Pernahkah antum mendengar bahwa manhaj Salaf sangat membenci hizbiyyah? Maka bagaimana mungkin Salafy berhizbiyah? Maka, bagi yang mau memahami dengan baik Insya Alloh akan mengerti bahwa Salafy itu bukan aliran, hizb, kelompok tertentu, tarekat, apalagi partai

Pengertian
Salaf secara etimologi (bhs arab) artinya orang yang terdahulu; nenek moyang; Yang lebih tua dan utama (lihat Kamus Lisaanul Arab). Secara terminologi (istilah) salaf adalah 3 generasi awal ummat Islam yang merupakan generasi terbaik, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW:
"Sebaik-baiknya ummat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya" (HR. Bukhari-Muslim)
Yaitu generasi Rasulullah dan para sahabat, generasi tabi'in dan generasi tabi'ut tabi'in. Sering disebut juga generasi salafus sholeh. Tidak ada yang meragukan bahwa merekalah yang terbaik dalam masalah aqidah, manhaj, akhlak, ibadah, kefahaman, dan semua hal.
Kalau ada orang menyebutkan namanya Al-Padangi, berarti dia orang Padang, kalau Al-Bukhori, berarti dia orang Bukhor (nama daerah), kalau Al-Hanafi, berarti ia bermahzab Hanafi, nah maksudnya disitu ada unsur *******batan (isim nisbah; yg faham bhs arab Insya Allah tahu). Nah, kalau Salafy, berarti menisbatkan diri pada Salaf (3 generasi yg sudah dijelaskan di atas). Jadi, barang siapa yang beragama dengan mengambil sumber dari 3 generasi awal tadi, DENGAN SENDIRINYA ia Salafy. Tanpa harus daftar, tanpa berbai'at, tanpa dauroh marhalah, tanpa memiliki kartu anggota, tanpa harus ikut kajian tertentu. Maka antum yang sedang membaca artikel ini pun seorang Salafy bila antum selama ini mencontoh Rasulullah dan para sahabat dalam beragama.
Salafy bukan perusahaan, tidak memiliki saham. Jadi, tidak boleh ada orang yg berkata "Kelompok kami Salafy, kalian bukan Salafy". Dari mana ia membeli sahamnya Salafy? Atau membatasi diri bila ikut kajian di masjid A itu Salafy, yang tidak ikut kajian di masjid A bukan Salafy. Orang2 yang seperti ini sesungguhnya telah terjerumus dalam hizbiyyah yang tercela walau memakai nama Salafy.

Tidak perlu daftar
Karena siapa saja yang beragama dengan mengambil sumber dari 3 generasi awal tadi, DENGAN SENDIRINYA ia Salafy, maka tidak ada daftar-mendaftar. Lagipula daftar dimana? Salafy bukan hizb jadi tidak ada ketua umum Salafy, Salafy Cabang Jogja, Salafy Daerah, Tata tertib Salafy, AD ART Salafy, Alur Kaderisasi Salafy, dan tidak ada muassis (tokoh pendiri) Salafy. Dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang dimulai oleh Rasulullah dan para sahabat, maka tidak ada pendiri Salafy melainkan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada AD-ART Salafy melainkan Qur'an dan Sunnah.

Tidak mencari pengikut
Selain itu, salah satu prinsip dakwah ahlus sunnah adalah 'bukan mencari pengikut'. Ada diantara para nabi yang hanya memiliki 1 pengikut dan bahkan ada yg tidak memiliki pengikut. Apakah dakwahnya gagal? Tidak. Ukuran berhasil atau tidaknya dakwah adalah 'apakah sudah berdakwah dengan benar sesuai Qur'an dan Sunnah atau belum?'. Bila sesuai, maka sudah berhasil walau tidak ada pengikutnya. Bila menyampaikan kebenaran kepada suatu kaum, kemudian mereka tetap ngeyel dan tidak mau menerima, ya sudah. Tinggalkan, kewajiban da'i hanya menyampaikan, petunjuk hanya dari Alloh, kita tidak mencari pengikut. Rasulullah bersabda:
"Dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu: “Al Jama’ah itu ialah setiap yang sesuai dengan al-haqq walau engkau seorang diri.”

Kalau bukan aliran, apa dong?
Salafy adalah manhaj. Manhaj adalah metode; cara berpikir; dalam beragama. Dan manhaj Salaf bukanlah manhaj yang baru. Coba baca lagi definisi Salafy secara istilah. Bila generasi salaf ada 3 generasi, maka siapa saja orang yang ada di generasi ke 4 yang ia mencontoh generasi salaf, ia Salafy. Bila ada orang di generasi ke 5 yang ia mencontoh generasi salaf atau mencontoh orang di generasi ke 4 yang Salafy, maka ia Salafy. Begitu seterusnya hingga generasi sekarang. Jadi, manhaj salaf bukan manhaj baru, melainkan manhajnya Rasulullah dan para sahabat. Dan manhaj salaf ini berhak dan patut digunakan setiap orang bukan kelompok tertentu saja.

Benci hizbiyyah
Sungguh demi Allah, sikap hizbiyyah-lah yang memecah-belah ummat Islam ini. Padahal Alloh telah memperingatkan:
"Berpegangteguhlah pada tali Alloh dan jangan berpecah belah" (QS. Al-Imron:103)
Hizbiyyah itu haram, tercela, terlaknat, dan telah menimbulkan banyak fitnah (bencana). Maka jangan membuat aliran atau mengikuti aliran tertentu. Loh gimana caranya? Yaitu dengan mengikuti aliran yang paling awal, yaitu alirannya Rasulullah dan para sahabat.
Kemudian, bila ada yang membagi Salafy menjadi beberapa 'aliran' lagi, salafy Yamani, Salafy haroki, salafy moderat, salafy keras, salafy lembut. Atau membagi menjadi kelompok Jamilurrahman, Kelompok Laskar Jihad, Kelompok Al-Irsyad, At-Turats, dll. Sungguh ini tidak dibenarkan, karena menjerumuskan kepada hizbiyyah. Sepatutnya bagi siapa saja yang mengetahui bahayanya hizbiyyah agar menghindari pembagian2 seperti itu. Dan ana tidak menemukan pembagian2 seperti itu kecuali dari orang-orang yang benci terhadap dakwah ahlussunnah.

Salafy merasa benar sendiri?
Jika ada orang yang mengganggap dirinya Salafy, kemudian membatasi diri, yang selain kelompok dia bukan Salafy, dan mengatakan dia yang paling benar, maka ini tidak dibenarkan. Namun, coba perhatikan lagi baik-baik tentang pengertian Salafy. Jika pengertian Salafy adalah semua orang yang mencontoh Rasulullah dan para sahabat, maka sesungguhnya benar bahwa mereka adalah manhaj yang PALING BENAR dan PALING SELAMAT. Ini bukan tanpa dasar. Rasulullah bersabda:
"Dari Auf bin Malik ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, satu golongan masuk surga, dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka". Beliau ditanya : "Ya Rasulullah, Siapakah satu golongan itu ?". Beliau menjawab ; "Al-Jama'ah". (HR. Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain : "Beliau ditanya : 'Siapakah Al-Jama'ah itu?". Beliau berkata:"Dia (golongan itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini".
Jadi, bila ada yg berkata Salafy paling benar, jangan skeptis dulu. Maksudnya, "SEMUA ORANG yang mengikuti Rasulullah dan para sahabat adalah maka ia telah menempuh jalan yang paling benar".

Sikap keras Salafy
Dakwah itu asalnya adalah dengan hikmah dan cara yang baik, lemah lembut. Ini diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Namun tidak selalu. Kadang dakwah perlu ketegasan. Ini juga diajarkan Rasulullah dan para sahabat. Misalnya saat sedang mengajarkanilmu, harus tegas, tidak bercanda, atau main-main.
"RasululLah itu ketika berkhutbah merah kedua matanya, tinggi suaranya, tegas marahnya seakan dia memberi perintah kepada suatu pasukan tentara" (HR. Muslim)
Atau tidakkah kita lupa kisah tentang seorang sahabat yang tidak sempurna wudhunya Rasulullah menasehatinya dengan keras, beliau berkata "Kedua tumit itu dineraka!"
Apakah kita lupa kisah tentang prajurit Islam di perang Uhud yang bercanda dengan mengolok-olok Rasulullah dan para sahabat kemudian pada akhirnya Rasulullah mengatakan kepada mereka "Kalian telah KUFUR setelah keimanan kalian", padahal mereka benar2 bercanda. Nah, apakah darisini kita mengatakan bahwa Rasulullah itu orangnya kasar, saklek, keras?
Lemah-lembut dan tegas dalam dakwah ada tempatnya masing2. Adakalanya lemah lembut, adakalanya tegas. Dan di sini perlu banyak belajar ilmu syar'i, cara dakwah yg benar, agar bisa menempatkannya pada tempat yang tepat.
Kemudian bila diperhatikan sikap keras dan pernyataan tegas itu disampaikan dalam majlis ilmu, bukan dalam muamalah. Seorang ustdaz memang seharusnya menyampaikan ilmu baik lewat lisan maupun tulisan dengan lantang, keras, tegas, memberitahukan yang bid'ah itu bid'ah yang syirik itu syirik agar thulabul ilmi benar2 memahami betapa berbahayanya syirik dan bid'ah. Namun coba perhatikan tatkala sang ustadz bermuamalah dengan warga kampung, dengan orang2 awam, tentu tidaklah sama. Ia akan berlemah-lembut, dengan cara yang baik, bahkan dengan bahasa daerah yang halus. Jadi perlu dibedakan antara cara penyampain ilmu dengan cara penerapannya.
Namun memang sangat disayangkan, beberapa thulabul 'ilmi yang masih muda, tinggi semangat dawkahnya, namun masih dangkal ilmunya, agak berlebihan. Terlalu keras, terlalu kaku, tidak menimbang maslahat-madharat, tidak melihat 'urf, main tabrak, main sikat. Memang ini adalah sebuah kenyataan yang memprihatinkan. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan dikarenakan jauhnya mereka dari ilmu syar'i.

Wallahu 'alam.

Main Catur?!

Aku kenal catur sejak kecil.. Pertama kali ikut turnament catur kelas 7 SMP.. Aku baru tahu hukum permainan catur saat aku duduk di kelas 12 SMA.. hmm..

HUKUM PERMAINAN CATUR


Dikoreksi
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan



Syaikh Shalih Fauzan Abdullah Al-Fauzan berkata dalam kitab beliau "Al-I'lam Bi Naqdi Kitab Al-Halal wa Al-Haram" pada pasal koreksi 9 : Permainan Catur

Penulis (Yusuf Al-Qardhawi) pada halaman 217 menjelaskan tentang perselisihan ulama mengenai hukum permainan catur. Lalu penulis memilih pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya mubah (boleh). Penulis juga mengomentari : “Menurut pengatahuan kami bahwa catur itu menurut asalnya adalah mubah, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan keharaman catur melebihi dari perbuatan lahwun dan hiburan yang ada. Catur merupakan olah raga pikiran dan melatih berfikir”. Kemudian penulis menjelaskan syarat-syarat kebolehan main catur antara lain.

[1]. Tidak mengundur-ngundur waktu shalat
[2]. Tidak disertai dengan judi
[3]. Hendaknya pemain dapat menjaga lisannya dari omongan kotor

Jawaban
Kami jawab, bahwa persyaratan itu jarang ditaati oleh pamain catur. Misalnya kita terima mereka dapat memenuhi persyaratan tersebut. Maka dengan dibolehkan permainan catur itu, akan menuju hal yang haram dan akhirnya akan dia ingkari persyaratan tersebut, karena itu kita harus berpegang kepada qaul (pendapat) yang mengatakan bahwa catur hukumnya haram. Banyak sekali para ulama mengharamkan permainan catur. Antara lain Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berbicara panjang di dalam masalah ini, mulai halaman 216 sampai halaman 245 jilid XXXII dari kitab Majmu Fatawa. Perlu kami petikkan sebagian, diantaranya :

“Misalnya kita tetapkan bahwa permainan catur itu bebas dari itu semua –maksudnya tidak melalaikan kewajiban dan tidak akan melakukan hal yang haram- maka larangan perbuatan itu ditetapkan oleh sahabat. Sebagaimana yang shahih dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah menjumpai kaum yang sedang bermain catur. Lalu beliau mengatakan “Mengapa kamu beri’tikaf berdiam merenungi patung-patung ini”. Sahabat Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘anhu menyamakan mereka itu seperti orang yang beriti’kaf kepada patung, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.

“Artinya : Peminum khamer itu seperti penyembah patung”

Padahal khamer dan judi itu selalu bergandengan disebut di dalam Al-Qur’an. Demikian juga larangan itu dinyatakan oleh Ibnu Umar dan yang lain, Imam Hanafi serta shabatnya mengharamkan permainan catur. Adapun Imam Syafi’i beliau pernah berkata : “Permainan yang paling aku benci yaitu obrolan, permainan catur dan permainan burung dara sekalipun tanpa perjudian. Sekalipun kebencian kami kepada permainan itu lebih ringan dari pada permainan dadu …” Sampai kepada perkataan Syaikhul Islam, “Demikianlah kami nukil dari Imam Asy-Syafi’i. Dan ada lagi lafadz semakna tadi bahwa beliau membenci atau menganggap makruh hukum permainan catur dan nilainya dibawah daripada permainan dadu adalah hukumnya haram muthlaq sekalipun tidak disertai taruhan uang. Karena itu Imam Asy-Syafi’i menegaskan, kabar yang paling aku benci …”

Maka jelaslah sandaran beliau adalah kepada kabar (khabar), beliau sendiri menolak qiyas. Inilah yang menjadi alasan jumhur, kalau beliau mengharamkan dadu sekalipun tanpa taruhan apa-apa. Maka catur –sekalipun tidak seperti dadu- tapi bukan berarti tidak termasuk dadu. Hal ini dapat diketahui dari makna sebenarnya permainan itu. Sebab permainan –termasuk dadu- tetap menghalang-halangi untuk mengingat kepada Allah dan shalat, serta pemusuhan dan kemarahan yang diakibatkan catur banyak sekali. Disamping itu permainan ini selalu membuat jiwa untuk meraih piala, lagi membendung akal dan hati untuk ingat kepada Allah dan shalat. Bahkan minum khamer dan ganja, awalnya sedikit tetapi akan menimbulkan ketagihan. Maka keharaman dadu yang tidak disertai taruhan dan dibolehkannya permainan catur seperti keharaman setetes khamer dari anggur tapi dihalalkan satu ciduk arak yang terbuat dari gandum. Perkataan itu juga sangat bertentangan bila ditinjau dari segi ungkapan, qiyas dan keadilan. Demikian juga masalah catur..”. Sampai perkataan Syaikh Ibnu Taimiyah : “Dadu, catur dan semisalnya pada umumnya mengandung kerusakan yang tidak terhitung banyaknya, tidak ada maslahahnya. Lebih-lebih maslahah untuk melawan kelalaian jiwa dan keresahan, sebagaimana yang menimpa kepada peminum khamer. Sebenarnya untuk mencari ketenangan jiwa dengan perkara mubah yang tidak membendung perkara yang baik dan tidak mendatangkan kerusakan banyak sekali.

Orang mukmin sudah dicukupi oleh Allah yaitu dengan memilih yang halal dari yang haram dan dimuliakan oleh Allah dari pada yang lain. FirmanNya

“Artinya : Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan baginya jalan keluar, dan Allah akan memberi rizki yang tak terhitung banyaknya” [Ath-Tholaq : 2]

Di dalam sunnan Ibnu Majah dan lainnya, dari Abu Dzar, sesungguhnya ayat ini tatkala turun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.

“Artinya : Hai Abu Dzar jikalau semua manusia itu mau mengamalkan ayat ini, niscaya mereka memperolah kelapangan”

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan ayat ini, bahwa orang yang bertaqwa terhindar dari bahaya, yaitu Allah menjadikan baginya jalan keluar apa yang menjadi kesulitannya. Dia akan mendapat rahmat dan mendapatkan rizki yang tak terhitung banyaknya. Selanjutnya setiap sesuatu yang dapat menenangkan jiwa yang hidup ini dan dapat melapangkannya maka termasuk rizki. Allah memberi rizki yang demikian itu bagi mereka yang mau bertaqwa dengan mengamalkan perintahnya dan meninggalkan larangannya. Lalu barangsiapa yang masih mencari ketenangan jiwa dengan minum khamer. Pecandu khamer mulanya ingin mencari ketenangan, tetapi tidaklah menambah ketenangan melainkan keletihan dan keresahan. Memang khamer itu dapat menggembirakan pecandunya tetapi sangat sedikit. Sedangkan bahaya yang mengancam dirinya lebih besar. Demikianlah hasil bagi mereka yang telah mencobanya.

Selanjutnya, Ibnu Taimiyah menjelaskan didalam pembahasan yang lain, yaitu ketika beliau menyebutkan hukum permainan dadu dan catur tanpa taruhan dan tidak melalaikan kewajiban serta tidak mengerjakan larangan Allah. Jika memang benar-benar demikian, maka Manhaj Salaf, Jumhur Ulama seperti Imam Malik dan para sahabatnya, Abu Hanifah dan para sahabatnya, Imam Ahmad bin Hambal dan sahabatnya dan kebanyakan pengikut madzhab Syafi’i tidak memastikannya halal tetapi beliau memakruhkannya. Adalagi yang mengatakan, bahwa Imam Syafi’i berkata, “Saya belum tahu jelas keharamnnya”. Sedangkan Imam Baihaqi orang paling tahu diantara sahabat Syafi’i, menjelaskan Ijma sahabat akan keharaman permainan tadi, berdasarkan riwayat dari Ali bin Abu Thalib, Abu Said, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Musa dan Aisyah Radhiyallahu ‘anhum. Dan tidak diriwayatkan dari seorang sahabatpun tentang masalah tersebut pertentangan. Dan barang siapa menukil dari salah seorang diantara sahabat bahwa dia meringankan masalah itu, maka tidak benar. Karena Imam Baihaqi dan lainnya dari kalangan Ahli Hadits labih tahu tentang ucapan sahabat daripada manusia-manusia yang menukil fatwa tanpa sanad

Wahai pembaca, coba perhatikan fatwa Ibnu Taimiyah tentang hukum catur, beliau menjelaskan, “Permainan itu tidak ada manfaatnya, apabila untuk mencapai ketenangan jiwa sebagaimana yang diharapkan oleh peminum khamer. Padahal perkara lain yang mubah untuk menenangkan jiwa tanpa menghambat ibadah dan mendatangkan kerusakan tidak sedikit”. Lalu bandingkanlah wahai pembaca dengan fatwanya penulis (Syaikh Yusuf Qardhawy), beliau mengatakan : “Bahwa permainan catur itu bukan termasuk lahwun tetapi hiburan untuk melatih berfikir dan kecerdasan otak”. Coba anda bisa menimbang dua perkataan diatas, mana yang lebih benar.

Selanjutnya perhatikan lagi fatwa Ibnu Taimiyah : “Imam Baihaqi paling tahu tentang hadits diantara pengikut Syafi’i. Beliau menjelaskan bahwa sahabat telah sepakat mengharamkan permainan catur itu. Tidak ada seorangpun yang menentang pendapatnya dalam hal ini. Siapa yang mengatakan bahwa ada salah seorang shahabat membolehkan permainan ini maka itu adalah salah”. Lalu bandingkan dengan fatwa penulis yang mengatakan “Adapun para shahabat, mereka berbeda pendapat dalam hukum catur ini”. Kemudian penulis menjelaskan bahwa Ibnu Abbas dan Abu Hurairah membolehkannya. Wahai pembaca, siapa yang lebih layak mengetahui qaul shahabat, Syaikh Ibnu Taimiyah dan Imam Baihaqi ataukah penulis ??! Wallahu Al-Muata’an.

Imam Qurthuby didalam tafsirnya VII/339 menjelaskan : Ibnul Araby berkata : Mereka itu beralasan dengan perkataan shahabat dan tabi’in, bahwa mereka itu bermain catur. Padahal sama sekali tidak. Demi Allah tidak akan bermain catur orang yang betaqwa kepada Allah. Memang mereka juga mengatakan bahwa permainan catur itu dapat mengasah otak, padahal menurut kenyataan tidak demikian. Sama sekali tidak menambah kecerdasan seseorang. Ingat wahai pembaca, bahwa Ibnul Araby menolak adanya para shahabat dan tabi’in bermain catur, bahkan diapun berani bersumpah. Imam Qurthuby-pun mengambil fatwanya sebagai pegangan[1]. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu Fatawa XXXII/241 menjelaskan : Imam Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari Ja’far bin Muhammad dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mengatakan : “Catur itu perjudian orang asing”. Beliaupun meriwayatkan lagi dengan sanadnya dari Ali, bahwa ia pernah melewati kaum yang sedang bermain catur, lalu beliau menegurnya : “Mengapa kamu menekuni patung ini? Sungguh jika salah satu diantara kamu menggemgam bara api sampai padam itu lebih baik daripada memegang catur”. Dan dari Ali Radhiyallahu ‘anhu pula, bahwa ia pernah melewati salah satu majlis, mereka bermain-main catur lalu dia berkata :”Demi Allah bukanlah kalian diciptakan untuk ini, ingatlah demi Allah, jikalau catur ini bukan menjadi tradisi, tentu aku akan lempar wajahmu dengan catur itu”. Dari Malik ia berkata :”Telah sampai kepada kami suatu berita bahwa Ibnu Abbas mengurusi harta anak yatim itu, lalu membakarnya. [2]

Dari Ibnu Umar, dia pernah ditanya tentang catur, lalu ia menjawab : “Catur itu lebih jahat daripada dadu”. Dari Abu Musa Al-Asy’ary berkata : “Tidak akan bermain catur kecuali orang yang keliru”. Adalagi riwayat dari Aisyah bahwa dia membenci perkara yang melelahkan sekalipun tidak memakai taruhan. Abu Sa’id Al-Khudriy juga membenci permainan itu. Inilah qaul dari para shahabat, dan tidak ada satupun dari mereka yang berselisih pendapat tentangnnya. Selanjutnya Imam Baihaqy meriwayatkan tentang kebencian bermain catur dari Yazid bin Abu Habib dan Muhammad bin Sirin. Ibrahim dan Malik bin Anas, kami mengatakan : “Istilah karohah (dibenci) banyak dipakai ulama Salaf, dan umumnya mempunyai arti haram. Merekapun sudah menjelaskan bahwa catur itu hukumnya haram. Bahkan mereka menambahkan bahwa catur itu lebih jelek daripada dadu, sedangkan dadu itu hukumnya haram sekalipun tidak memakai taruhan

[Disalin dari dari buku Al-I'lam Bi Naqdi Kitab Al-Halal wa Al-Haram, edisi Indoensia Kritik terhadap buku: Halal dan Haram dalam Islam, oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Penerbit Pustaka Istiqamah Solo]
_________
Foote Note
[1]. Berkata Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Fruusiyah, “Telah shahih dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar bahwa keduanya melarang permainan catu. Dan tidak seorangpun dari shahabat yang mengatakan berbeda tentang hal itu. Allah melindungi mereka dari perbuatan tersebut. Dan barangsiapa yang menyatakan bahwa salah seorang diantara mereka bermain dengannya, seperti Abi Hurairah, maka hal itu merupakan perkataan mengada-ada dan dusta atas mereka. Dimana orang-orang yang mengerti keadaan shahabat dan atsar maka akan mengingkarinya. Bagaimana mungkin sebaik-baik qurun dan makhluk setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan sesuatu yang dapat menghalang-halangi dari mengingat kepada Allah dan Shalat ?!?
[2]. Yakni permainan catur yang terdapat pada harta anak yatim itu. Demikianlah keadaan Ibnu Abbas yang dikatakan oleh Qardhawi menyatakan bolehnya bermain catur, membuangnya dari harta anak yatim tersebut.

http://www.almanhaj.or.id/content/1931/slash/0

Agar Flash Disk Kamu Kebal Virus

1. Buatlah sebuah folder dalam falshdisk anda, dan berikan nama “autorun.inf” (tanpa tanda kutip).

2. Masuk kedalam folder yang baru saja anda buat tersebut dan buatlah sebuah dokumen notepad didalamnya. Caranya klik kanan, pilih NEW > TEXT DOCUMENT, dan berikan sembarang nama untuk file yang baru saja anda buat. Nama ini nantinya akan kita ganti dengan beberapa karakter khusus.

3. Setelah itu, kita akan membuka program CHARACTER MAP yang ada di START > ALL PROGRAMS > ACCESORIES > SYSTEM TOOLS > CHARACTER MAP.

4. Setelah CHARACTER MAP terbuka, pilih font yang ada embel2 unicode seperti Arial Unicode atau Lucida Sans Unicode. Scroll kebawah sampai anda melihat huruf2 Jepang, Korea, Cina, ato karakter2 aneh.

5. Pilih 4 atau 5 karakter yang anda inginkan, trus klik copy.

6. Ubah nama ato rename file teks yang telah anda buat pada langkah 2 diatas. Klik kanan pada file tersebut, pilih rename, selanjutnya tekan [CTRL] + [V]. Nama file pun berubah. Jangan kaget bila nantinya anda akan melihat karakter seperti tanda kotak2 saja. Ga papa kok, itu normal kok.

7. Selesai. ( selamat mencoba )


Sumber :

http://mki5ska.wordpress.com/2009/08/01/agar-flash-disk-kamu-kebal-virus/#comment-753

http://andhipila.wordpress.com


Rabu, 20 Januari 2010

Kewajiban Mengikuti Sunnah

Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh (Mufti Besar Saudi Arabia), Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in No. 41 Oleh: Abu Fatah Amrulloh
Murojaah: Ustadz Abu Ukasyah Aris Munandar



Dari Abu Muhammad Abdulloh bin Amr bin Al-Ash rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” (hadits hasan sahih yang kami riwayatkan dari Kitabul Hujjah dengan sanad yang sahih)

Penjelasan:
Hadits ini adalah hadits yang terkenal dan hadits ini terdapat dalam Kitab At-Tauhid. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa”. Hadits ini berderajat hasan sebagaimana yang dihasankan Imam Nawawi di sini. Bahkan beliau berkata ini adalah hadits yang hasan shahih.

Hadits ini dikatakan sebagai hadits hasan karena hadits ini sesuai dengan makna ayat Al Quran yaitu:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisaa: 65)

Menganggap sebuah hadits memiliki derajat hasan karena memiliki makna yang sesuai dengan ayat Al Quran adalah mazhab yang dianut oleh banyak ulama terdahulu seperti Ibnu Jarir Ath Thobari dan sebagian ulama dan imam ahli hadits.

Perkataan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada hadits ini: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa” memiliki makna bahwa keimanan yang sempurna tidak akan terwujud sampai hawa nafsu dan harapan seseorang mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa (nabi Muhammad) shalallahu ‘alaihi wa salam. Hal ini juga bermakna bahwa seseorang wajib mendahulukan kehendak Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan kehendaknya serta mendahulukan syariat Rosululloh shalallahu ‘alaihi sallam dari pada hawa nafsunya. Jika terdapat pertentangan antara harapannya dengan sunnah, maka dia akan mendahulukan sunnah. Hal ini telah dijelaskan pada banyak ayat Al Quran dan hadits, seperti firman Alloh jalla wa ‘ala:

Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (QS At Taubah: 24)

Maka seseorang wajib untuk lebih mencintai Alloh dan Rosul-Nya dibandingkan selain keduanya. Jika seseorang sudah berbuat demikian, maka hawa nafsunya sudah mengikuti apa yang dibawa oleh Al Musthofa shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka makna perkataan Rosululloh shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian” adalah meniadakan kesempurnaan keimanan yang wajib. Makna ini adalah makna zhohir yang sesuai dengan kaidah yang telah kita pelajari sebelumnya. Pembicaraan tentang hal ini secara lebih lengkap terdapat dalam penjelasan Kitab At Tauhid.

Sumber: http://muslim.or.id/?p=443

Nasehat Untuk Remaja Muslim

Kami persembahkan nasehat ini untuk saudara-saudara kami terkhusus para pemuda dan remaja muslim. Mudah-mudahan nasehat ini dapat membuka mata hati mereka sehingga mereka lebih tahu tentang siapa dirinya sebenarnya, apa kewajiban yang harus mereka tunaikan sebagai seorang muslim, agar mereka merasa bahwa masa muda ini tidak sepantasnya untuk diisi dengan perkara yang bisa melalaikan mereka dari mengingat Allah subhanahu wata’ala sebagai penciptanya, agar mereka tidak terus-menerus bergelimang ke dalam kehidupan dunia yang fana dan lupa akan negeri akhirat yang kekal abadi.

Wahai para pemuda muslim, tidakkah kalian menginginkan kehidupan yang bahagia selamanya? Tidakkah kalian menginginkan jannah (surga) Allah subhanahu wata’ala yang luasnya seluas langit dan bumi?

Ketahuilah, jannah Allah subhanahu wata’ala itu diraih dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam beramal. Jannah itu disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa yang mereka tahu bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, mereka merasa bahwa gemerlapnya kehidupan dunia ini akan menipu umat manusia dan menyeret mereka kepada kehidupan yang sengsara di negeri akhirat selamanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

Untuk Apa Kita Hidup di Dunia?

Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)

Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala. Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan yang lain.

Umurmu Tidak Akan Lama Lagi

Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka).

Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.

Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلاَثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ, فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ, يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.

“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan.

Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ نَارٌ حَامِيَةٌ

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (Al Qari’ah: 6-11)

Bersegeralah dalam Beramal

Wahai para pemuda, bersegeralah untuk beramal kebajikan, dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena shalat adalah yang pertama kali akan dihisab nanti pada hari kiamat, sebagaimana sabdanya:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali manusia dihisab dengannya di hari kiamat adalah shalat.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa`i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad. Lafazh hadits riwayat Abu Dawud no.733)

Bagi laki-laki, hendaknya dengan berjama’ah di masjid. Banyaklah berdzikir dan mengingat Allah subhanahu wata’ala. Bacalah Al Qur’an, karena sesungguhnya ia akan memberikan syafaat bagi pembacanya pada hari kiamat nanti.

Banyaklah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang telah kalian lakukan selama ini. Mudah-mudahan dengan bertaubat, Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberi pahala yang dengannya kalian akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wahai para pemuda, banyak-banyaklah beramal shalih, pasti Allah subhanahu wata’ala akan memberi kalian kehidupan yang bahagia, dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An Nahl: 97)

Engkau Habiskan untuk Apa Masa Mudamu?

Pertanyaan inilah yang akan diajukan kepada setiap hamba Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat nanti. Sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ.

“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)

Sekarang cobalah mengoreksi diri kalian sendiri, sudahkah kalian mengisi masa muda kalian untuk hal-hal yang bermanfaat yang mendatangkan keridhaan Allah subhanahu wata’ala? Ataukah kalian isi masa muda kalian dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan kemurkaan-Nya?

Kalau kalian masih saja mengisi waktu muda kalian untuk bersenang-senang dan lupa kepada Allah subhanahu wata’ala, maka jawaban apa yang bisa kalian ucapkan di hadapan Allah subhanahu wata’ala Sang Penguasa Hari Pembalasan? Tidakkah kalian takut akan ancaman Allah subhanahu wata’ala terhadap orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah mengancam pelaku kejahatan dalam firman-Nya:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (An Nisa’: 123)

Bukanlah masa tua yang akan ditanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, pergunakanlah kesempatan di masa muda kalian ini untuk kebaikan.

Ingat-ingatlah selalu bahwa setiap amal yang kalian lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

Jauhi Perbuatan Maksiat

Apa yang menyebabkan Adam dan Hawwa dikeluarkan dari Al Jannah (surga)? Tidak lain adalah kemaksiatan mereka berdua kepada Allah subhanahu wata’ala. Mereka melanggar larangan Allah subhanahu wata’ala karena mendekati sebuah pohon di Al Jannah, mereka terbujuk oleh rayuan iblis yang mengajak mereka untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Wahai para pemuda, senantiasa iblis, setan, dan bala tentaranya berupaya untuk mengajak umat manusia seluruhnya agar mereka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, mereka mengajak umat manusia seluruhnya untuk menjadi temannya di neraka. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya):

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

Setiap amalan kejelekan dan maksiat yang engkau lakukan, walaupun kecil pasti akan dicatat dan diperhitungkan di sisi Allah subhanahu wata’ala. Pasti engkau akan melihat akibat buruk dari apa yang telah engkau lakukan itu. Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Az Zalzalah: 8)

Setan juga menghendaki dengan kemaksiatan ini, umat manusia menjadi terpecah belah dan saling bermusuhan. Jangan dikira bahwa ketika engkau bersama teman-temanmu melakukan kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala, itu merupakan wujud solidaritas dan kekompakan di antara kalian. Sekali-kali tidak, justru cepat atau lambat, teman yang engkau cintai menjadi musuh yang paling engkau benci. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu karena (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al Maidah: 91)

Demikianlah setan menjadikan perbuatan maksiat yang dilakukan manusia sebagai sarana untuk memecah belah dan menimbulkan permusuhan di antara mereka.

Ibadah yang Benar Dibangun di atas Ilmu

Wahai para pemuda, setelah kalian mengetahui bahwa tugas utama kalian hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata, maka sekarang ketahuilah bahwa Allah subhanahu wata’ala hanya menerima amalan ibadah yang dikerjakan dengan benar. Untuk itulah wajib atas kalian untuk belajar dan menuntut ilmu agama, mengenal Allah subhanahu wata’ala, mengenal Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal agama Islam ini, mengenal mana yang halal dan mana yang haram, mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), serta mana yang sunnah dan mana yang bid’ah.

Dengan ilmu agama, kalian akan terbimbing dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga ibadah yang kalian lakukan benar-benar diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Betapa banyak orang yang beramal kebajikan tetapi ternyata amalannya tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala, karena amalannya tidak dibangun di atas ilmu agama yang benar.

Oleh karena itu, wahai para pemuda muslim, pada kesempatan ini, kami juga menasehatkan kepada kalian untuk banyak mempelajari ilmu agama, duduk di majelis-majelis ilmu, mendengarkan Al Qur’an dan hadits serta nasehat dan penjelasan para ulama. Jangan sibukkan diri kalian dengan hal-hal yang kurang bermanfaat bagi diri kalian, terlebih lagi hal-hal yang mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.

Ketahuilah, menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim, maka barangsiapa yang meninggalkannya dia akan mendapatkan dosa, dan setiap dosa pasti akan menyebabkan kecelakaan bagi pelakunya.

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.

“Menuntut ilmu agama itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no.224)

Akhir Kata

Semoga nasehat yang sedikit ini bisa memberikan manfaat yang banyak kepada kita semua. Sesungguhnya nasehat itu merupakan perkara yang sangat penting dalam agama ini, bahkan saling memberikan nasehat merupakan salah satu sifat orang-orang yang dijauhkan dari kerugian, sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam surat Al ‘Ashr:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)

Wallahu ta‘ala a’lam bishshowab.

Sumber: Buletin Al-Ilmu, Penerbit Yayasan As-Salafy Jember
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/01/02/nasehat-untuk-remaja-muslim/


Senin, 18 Januari 2010

BILA BID’AH DIANGGAP SUNNAH

Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala mengatakan:

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيْهَا الْكَبِيْرُ, وَيَرْبُوْ فِيْهَا الصَّغِيْرُ, إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيْلَ تُرِكَتِ السُّنَّةُ. قَالُوْا : وَمَتَى ذَاكَ؟ قَالَ : إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ, وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ, وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ, وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ, وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ

Bagaimana sikap kalian apabila datang sebuah fitnah yang membuat orang-orang dewasa menjadi pikun, anak-anak menjadi tua dibuatnya, dan manusia menganggapnya sunnah, apabila ditinggalkan maka dikatakanlah, “Sunnah telah ditinggalkan.” Mereka bertanya, “Kapankah itu terjadi?” Beliau menjawab, “Apabila telah wafat para ulama kalian dan meninggal para pembaca kalian, sedikitnya orang-orang faqih kalian, banyaknya para pemimpin kalian, sedikitnya orang-orang yang amanah, dunia dikejar dengan amalan akhirat, ilmu selain agama dipelajari secara mendalam.” HR. Darimi 1/64, al-Hakim 4/514 dengan sanad hasan shohih

* Syaikh al-Albani menerangkan bahwa hadits ini sekalipun mauquf pada Ibnu Mas’ud tetapi dia tergolong marfu’ hukman (sampai kepada Nabi n/), lalu lanjutnya: “Hadits ini merupakan salah satu bukti kebenaran kenabian Nabi dan risalah yang beliau emban, karena setiap penggalan hadits ini telah terbukti nyata pada zaman kita sekarang, di antaranya banyaknya kebid’ahan dan banyaknya manusia yang terfitnah olehnya sehingga menjadikannya sebagai suatu sunnah dan agama, lalu ketika ada Ahlus Sunnah yang memalingkannya kepada sunnah yang sebenarnya, maka mereka mengatakan: “Sunnah telah ditinggalkan”.!! (Qiyam Romadhan hlm. 4-5.)




BID’AH MEMATIKAN SUNNAH

* Hassan bin ‘Athiyyah berkata: “Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan dalam agama mereka, ekcuali Allah akan mencabut dari mereka sunnah semisalnya, kemudian dia tidak kembali ke sunnah hingga hari kiamat”.(Dikeluarkan al-Lalikai: 129, ad-Darimi: 98 dengan sanad shohih)

* Imam adz-Dzahabi berkata: “Mengikuti sunnah adalah kehidupan hati dan makanan baginya. Apabila hati telah terbiasa dengan bid’ah, maka tiada lagi ruang untuk sunnah”. (Tasyabbuh al-Khosis bi Ahlil Khomis hlm. 46)




BID’AH HASANAH, ADAKAH?

Sungguh aneh bin ajaib apa yang dikatakan oleh al-Ghumari dalam bukunya “Itqon Shun’ah fi Tahqiqi Ma’na al-Bid’ah” hlm. 5: “Sesungguhnya para ulama bersepakat untuk membagi bid’ah menjadi dua macam; bid’ah terpuji dan tercela…Tidak ada yang menyelisihnya kecuali asy-Syathibi!!!”.

Demikian ucapannya, sebuah ucapan yang tidak membutuhkan keterangan panjang tentang bathilnya, karena para ulama salaf semenjak dahulu hingga sekarang selalu mengingkari bid’ah dan menyatakan bahwa setiap kebid’ahan adalah sesat. Alangkah bagusnya ucapan sahabat Abdulloh bin Umar tatkala berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

Setiap bid’ah adalah kesesatan walaupun dipandang oleh manusia sebagai suatu kebaikan. (Diriwayatkan oleh Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqod: 126, Ibnu Baththoh dalam Ibanah: 205, al-Baihaqi dalam Madkhol Ila Sunan: 191, dan Ibnu Nashr dalam as-Sunnah: 70 dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam Janaiz hlm. 258.)




ANTARA BID’AH DAN MASLAHAT

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memberikan sebuah kaidah penting tentang maslahat dan mafsadah, beliau berkata :

فَكُلُّ أَمْرٍ يَكُوْنُ الْمُقْتَضِيْ لِفِعْلِهِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مَوْجُوْدًا لَوْ كَانَ مَصْلَحَةً وَلَمْ يَفْعَلْ, يُعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ

Setiap perkara yang faktor dilakukannya ada pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang nampaknya membawa maslahat tetapi tidak dikerjakan Nabi, maka jelas bahwa hal itu bukanlah maslahat. (Iqtidho’ Sirhotil Mustaqim 2/594)

Beliau kemudian memberikan contoh, seperti adzan pada hari raya. Adzan itu sendiri pada asalnya adalah maslahat. Dan faktor dilakukannya juga ada, yaitu mengumpulkan jama’ah sholat. Tetapi Nabi tidak melakukannya. Berarti adzan pada hari raya bukanlah maslahat. Kita menyakini hal itu sesat sebelum kita mendapatakan larangan khusus akan hal tersebut atau sebelum kita mendapaakan bahwa hal tersebut membawa mafsadah

http://abiubaidah.com/10-faedah-tentang-bidah.html/